Karya sastra merupakan ciptaan yang disampaikan secara komunikatif dengan nilai estetika tinggi. Karya-karya sastra biasanya mengkisahkan sebuah cerita dengan sudut pandang orang pertama maupun ketiga dengan alur dan berbagai unsur karya sastra.
Sumardjo dan Sumaini berpendapat bahwa sastra merupakan seni bahasa. Yang artinya, bahwa adanya karya sastra ini agar dapat dinikmati para pembaca. Tentunya agar dapat memahami isi karya sastra, perlu adanya pengetahuan mengenai sastra. Tanpa adanya pengetahuan atau wawasan yang cukup mengenai sastra, maka alhasil, akan dangkal alias hanya mampu memahami permukaannya saja. Padahal karya sastra sifatnya mendalam. Kita harus menyelami secara dalam terlebih dahulu untuk memahami karya sastra tersebut.
Karya sastra bukanlah sebuah ilmu, melainkan karya sastra adalah salah satu bentuk seni dalam tulisan. Di mana di dalamnya terdapat banyak unsure seperti kemanusiaan, perasaan, dan alam semesta.
Bentuk Karya Sastra
Menurut Amriyan Sukandi bahwa fungsi sastra adalah untuk menyampaikan ide-ide, perasaan, dari manusia dengan nilai estetika. Gagasan atau unek-unek tersebut memiliki sifat padat yang sesuai dengan literature.
Bentuk karya sastra sendiri terbagi menjadi dua bentuk yaitu fiksi dan non fiksi. Untuk karya sastra berbentuk fiksi di antaranya seperti prosa, puisi, dan drama. Sedangkan karya sastra berbentuk non fiksi ini di antaranya seperti biografi, autobiografi, esai, dan kritik sastra.
Selain ide atau gagasan, karya sastra dalam ilmu literature, bahwa karya sastra juga mampu mendeskripsikan suatu peristiwa, psikologis, dan solusi dari suatu masalah yang bersifat dinamis. Dengan begitu, bisa dikatakan bahwa karya sastra bisa dijadikan sebagai sumber inspirasi atau gagasan pembaca. Seperti halnya tragedy, peristiwa, konflik yang digambarkan ke dalam karya sastra mampu memberikan kesadaran bagi pembaca. Karena karya sastra sendiri bersifat mimesis, yang mana diambil dari kehidupan sehari-hari. Sehingga mampu disimpulkan bahwa karya sastra merupakan salah satu jenis karya dari pembaca dan oleh pembaca.
Tentunya dalam membuat sebuah karya sastra perlu adanya kesiapan batin dan kepekaan terhadap lingkungan sekitar agar kita mampu memahami dan menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi di alam sekitar kita. Karena karya sastra sangat bermanfaat bagi para pembaca baik untuk menghibur juga sebagai sumber inspirasi.
Jenis Karya Sastra
Jenis karya sastra secara luas sendiri dibagi menjadi 7 jenis yaitu puisi, pantun, roman, novel, cerpen, dongeng, dan legenda.
Suroto berpendapat bahwa Roman merupakan salah satu jenis karya sastra yang mana dikembangkan dari seluruh segi kehidupan tokoh atau pelaku dalam cerita atau karya sastra tersebut.
Sedangkan puisi merupakan salah satu karya sastra yang sifatnya terikat oleh adanya baris dan isi. Ungkapan yang disampaikan ke dalam puisi ini penuh dengan makna dan tidak secara jelas alias lebih bersifat ambigu sehingga menimbulkan multipersepsi. Karya sastra puisi sendiri bisa dikemas dalam bentuk keras atau balad, klise, atau harmonis.
Pantun merupakan sajak yang terikat oleh baris dan rumus. Seperti halnya bahwa di dalam pantun terdapat baris pertama dan kedua berisi sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat berisi isi.
Fungsi Karya Sastra
Menurut Sapardji Djoko Darmono, bahwa karya sastra memiliki beberapa fungsi dan tujuan yang salah satunya adalah untuk menyampaikan ide dan pikiran dengan diimbangi perasaan serta nilai estetika yang tinggi. Ide dan gagasan itulah yang dikemas menjadi sebuah pesan dan amanat dalam karya sastra.
Sastra Indonesia
Sastra di Nusantara yaitu Indonesia merupakan suatu istilah yang ruang lingkupnya terdapat berbagai macam karya sastra di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Karena istilah ‘Indonesia’ sendiri digunakan karena alasan tertentu yaitu pada letak geografis dan sejarah politiknya di wilayah tersebut.
Sedangkan sastra Indonesia sendiri lebih merujuk ke karya sastra yang diciptakan di wilayah Indonesia. Namun secara luas, bahwa karya sastra Indonesia memiliki bahasa akarnya yaitu bahasa Melayu, dan bahasa Indonesia merupakan bahasa turunannya. Sehinga bisa dikatakan bahwa sastra Indonesia dulunya adalah sastra Melayu. Yang secara geografis, wilayah yang digunakan bukan hanya di Indonesia saja, melainkan di kepulauan Melayu seperti Malaysia, Brunei, Singapura, dan sekitarnya.
Sastra Indonesia sendiri terbagi menjadi 2 bagian yaitu sastra lisan dan sastra tulisan. Di mana sastra lisan merupakan karya sastra yang dilisankan atau dipertunjukan yang mana induknya berasal dari tulisan atau naskah. Sedangkan untuk sastra tulis adalah karya sastra yang bisa dinikmati meskipun masih dalam bentuk tulisan.
Periodesasi Sastra Indonesia
Dalam sastra Indonesia sendiri terdapat periodesasi yang terbagi-bagi menurut era atau jamannya. Berikut ini adalah penjelasan singkatnya. Secara urut, periodesasi terbagi menjadi beberapa macam bagian di antaranya adalah angkatan pujanggan lama, sastra melayu lama, balai pustaka, pujangga baru, 45, 60, reformasi, dan modern.
Angkatan Sastra Indonesia Lama
Angkatan satra Indonesia lama terjadi di era sebelum tahun 20 an, di mana angkatan sastra ini terlahir sekitar 1500 setelah agama Islam masuk ke Indonesia. Salah satu tokoh angkatan sastra lama adalah Hamzah Fansuri dan Raja Ali Haji, di mana karya mereka terkenal dengan karya sastra jenis Gurindam Dua Belas. Ciri-ciri dari karya sastra lama ini di antaranya adalah, bahasanya baku, bercerita tentang raksasa atau dewa, kerajaan, dan mengandung unsur religi.
Angkatan sastra lama disebut juga sebagai Angkatan Pujangga Lama merupakan bentuk klarifikasi dari karya sastra Indonesia angkatan sastra lama. Angkatan ini didominasi oleh beberapa jenis karya sastra seperti syair, panting, gurindam dan hikayat. Di abad XVII mulai muncul beberapa karya sastra klasik selanjutnya yaitu karya-karya milik Syamsuddin Pasai dan Abdurrauf Singkil, juga Nuruddin ar-Raniri.
Angkatan Sastra Melayu Lama
Karya sastra Indonesia Melayu Lama dihasilkan di tahun 1870 hingga 1942 yang didominasi di daerah Sumatera. Karya ini lebih dominan dengan kisah Melayu yang berhubungan dengan Tionghoa dan budaya Indo-Eropa. Di mana karya sastra melayu lama berbentuk syair, hikayat, dan terjemahan novel luar atau novel barat.
Angkatan Balai Pustaka
Angkatan balai pustaka berdiri sejak tahun 1971 yang menggantikan sastra lama dan bersamaan dengan berdirinya Balai Pustaka. Di sini para pengarang menggunakan bahasa Melayu, salah satunya adalah novel ‘Siti Nurbaya’ karya Marah Roesli. Selain Marah Roesli juga ada tokoh lain seperti Merari Siregar dan Abdul Muis dengan karyanya berjudul ‘Salah Asuhan’.
Ciri-ciri dari karya sastra Balai Pustaka ini di antaranya adalah tidak mengandung unsur politik yang sifatnya menantang, tidak menyinggung soal masyarakat, dan tidak memihak satu agama saja.
Angkatan Balai Pustaka ini menggantikan posisi syair, pantun, dan gurindam, juga hikayat dalam khazanah kesustraan Indonesia.
Angkatan Pujangga Baru
Angkatan pujangga baru merupakan angkatan yang diawali dengan terbentuknya majalah Poejangga Baroe. Karya sastra angkatan pujangga baru contohnya seperti ‘Rindu Dendam’ karya J.E. Tatengkeng. Karakteristik dari angkatan pujangga baru lebih dominan bicara soal politik, nasionalis, dan pendidikan.