Hukum Perceraian dalam Islam

Jagad.idHukum Perceraian dalam Islam. Sungguh perceraian adalah hal yang paling dibenci oleh Allha. Lantas bagaimana pemahaman yang benar tentang hadits bahwa perceraian adalah perbuatan yang dimurkai Allah? Apakah setiap perceraian dibenci oleh Tuhan?

Dalil Hukum Perceraian dalam Islam

Profesor Charisma Ahsan Bayan Pratama :

Sebelumnya perlu dikemukakan dalil-dalil dalam perceraian beserta maknanya. Allah berfirman:

اَلطَّلَاقُ مَرَّتٰنِ ۖ فَاِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيْحٌۢ بِاِحْسَانٍ

Penjelasan Al-Sikh Wahba Al-Zuhaili dalam tafsir Al-Wasit, mengenai riwayat disyariatkannya talak. Sebelum datangnya Islam, masyarakat Arab yang jahil menceraikan istri-istrinya secara semena-mena. Jika mendekati akhir masa iddah (masa tunggu), mereka kembali ke istri mereka.

Perceraian ini juga diulangi tanpa batasan. Bahkan tidak masalah jika itu sampai 1000 kali. Ini adalah tirani wanita sejati, yang hidupnya ditangguhkan sesuka hati oleh suaminya.

Baca Juga : Hukum KDRT dalam Islam

Untuk mengatasi masalah ini, Allah menetapkan bahwa perceraian hanya dapat diubah dua kali (dirujuk). Namun, keputusan perceraian tidak boleh diambil secara tergesa-gesa. Perceraian adalah jalan terakhir jika terjadi nusyuz (penyalahgunaan) atau kesewenang-wenangan dalam rumah tangga yang sudah tidak bisa ditolerir lagi dan keluarga sudah tidak bisa dipertahankan lagi.

Rasulullah ﷺ menjelaskan mengenai hukum perceraian dalam islam :

أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللَّهِ الطَّلاَقُ

Artinya : “Kehalalan yang paling dibenci Allah adalah talak (HR. Ibnu Majah no. 2018).”

Dan Syekh Ibrahim Al-Baijuri menjelaskan bahwa perceraian adalah salah satu perkara hukum, yaitu halal yang bermakna mubah, atau diperbolehkan, tetapi itu yang paling dibenci oleh Allah.

Baca Juga : Hukum Bersenang-senang dan Hiburan dalam Islam

Hukum Perceraian dalam Islam menurut Imam Nawawi

Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa perceraian dibenci Allah jika terjadi tanpa alasan yang sah atau jika keluarga dalam keadaan baik. Dalam hal ini, perceraian dianggap makruh dan dibenci, bahkan sebagian ulama menganggapnya haram. Ini adalah dari kata-kata Rasulullah, SAW:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِي غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّة

Artinya : “Jika seorang perempuan meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan (yang dibenarkan) maka haram baginya mencium wangi surga (HR. Abu Dawud no. 2226).”

Akibat Talak (perceraian) dan hukumnya

Kata Talak (cerai) hendaknya tidak mudah keluar dari mulut suami. Menjatuhkan perceraian seperti menekan tombol on/off pada bom. Itu tidak dapat ditarik kembali setelah dikatakan. Itu jatuh ke dalam semua situasi dan kondisi: marah, sedih, bahagia, sadar, mabuk, bahkan bercanda. Rasulullah SAW bersabda :

ثَلاَثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلاَقُ وَالرَّجْعَةُ

Artinya : “Tiga hal terjadi dalam keadaan serius dan bercanda; nikah, talak, dan rujuk (HR. Abu Dawud no. 2194).”

Ditinjau dari segi pengucapannya, talak terbagi menjadi dua kategori:

  1. Diucapkan secara Syarih atau jelas dan jelas seperti kata-kata: talak, pisah, cerai. Kemudian perceraian terjadi seketika dan tidak diperlukan niat khusus.
  2. Diucapkan secara kinayah atau kiasan. Misalnya: “Pulanglah ke rumah orang tuamu”, “Tolong keluar dari rumah ini”, “Kamu bebas”, “silahkan keluar dari rumah ini” dan kata lain yang berarti cerai. Dalam hal ini, perceraian terjadi jika suami mengatakannya dengan maksud untuk bercerai (niat talak).
Baca Juga : 4 Kewajiban Anak berbakti kepada Orangtua yang sudah Wafat

Hukum asal perceraian atau talak adalah mubah yang artinya dibolehkan . Namun dalam beberapa hal bisa berubah menjadi fardhu (wajib), mandub (sunnah), makruh, bahkan haram. Imam al-Nawawi menjelaskan rincian hukum-hukum tersebut:

1. Wajib. Hukum perceraian menjadi wajib setelah terjadi mediasi antara kedua belah pihak yang diwakili oleh wakil-wakil anggota keluarga. Kemudian hakim menganggap tidak ada gunanya melanjutkan keluarga, maka dalam hal ini hakim wajib menyatakan cerai.

Hakim juga harus menjatuhkan cerai pada suami yang telah bersumpah lebih dari empat bulan (berjanji untuk tidak bersetubuh dengan istrinya selama waktu tertentu) dan enggan untuk kembali ke istrinya serta tidak memenuhi haknya.

2. Mandub (Sunnah). Jika salah satu suami atau istri tidak dapat menjaga kesuciannya, atau keduanya khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah tentang keluarga, maka dianjurkan untuk bercerai.

Baca Juga : 5 Tanda-tanda Allah mencintai Hambanya

3. Makruh. Jika kondisi rumah baik, isteri atau suami mengajukan cerai tanpa sebab, hukumnya makruh. Inilah yang dimaksud dalam hadits: “Perceraian adalah hal yang paling dibenci walaupun halal di sisi Allah.”

4. Haram. Hukum talak menjadi haram jika suami menceraikan istrinya yang sedang haid tanpa diberi upah. Begitu juga jika istri yang diceraikan itu dalam keadaan suci setelah mengajaknya bersetubuh dan tidak menunggu untuk mengetahui apakah wanita itu hamil atau tidak.

Demikian juga, jika suami beristri lebih dari satu, maka masing-masing istri memperoleh haknya, sedangkan salah seorang dari mereka tidak memperoleh haknya, maka ia menceraikannya.

Baca Juga : 18 Channel YouTube Pendidikan Terbaik untuk Anak-Anak

Talak terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :

Islam mengenal dua jenis perceraian berdasarkan syarat-syaratnya, yaitu :

1. Talak Raj’i (Cerai yang dapat dibatalkan), yaitu perceraian yang ditularkan dari suami kepada istrinya setelah persetubuhan, dan selanjutnya dirujuk dalam masa iddah (masa tunggu). Jika perceraian tidak terjadi sebelumnya, maka perceraian tunggal terjadi (dihitung talak satu). Jika itu terjadi sebelumnya, itu dianggap sudah masuk talak dua.

2. Talak Bain Bainunah Sughro, yaitu sikap mental wanita terhadapnya dan tidak mengacu padanya hingga akhir masa penantiannya. Kemudian suami hanya bisa mengembalikannya dengan mahar dan kontrak baru. Jumlah maksimum perceraian adalah dua kali.

3. Talak Bain Bainunah Kubra : Seorang wanita yang telah diceraikan sebanyak tiga kali dan mantan suaminya tidak dapat rujuk kembali dengannya. Jika kedua belah pihak ingin kembali, istri menikah dengan pria lain dalam pernikahan yang sah dan menikah secara sah. Jika terjadi perceraian antara perempuan dan laki-laki atau terjadi perceraian, mantan suaminya dapat merujuknya dengan akad dan mahar baru.

Kesimpulan Hukum Perceraian dalam Islam

Talak (Perceraian) adalah kata yang spesifik. Itu terjadi ketika serius atau bercanda. Para suami tidak boleh gegabah dan sembarangan mengucapkan kata ini.

Perceraian diperbolehkan secara hukum oleh Allah bagi umat Islam. Namun, itu dapat mengubah undang-undangnya untuk membuatnya wajib, mandub (sunnah), makruh, atau bahkan haram dalam keadaan tertentu.

Pasangan suami istri hendaknya selalu meminta kepada Tuhan untuk selalu dalam keadaan tentram, harmonis, sakinah mawaddah wa rahmah dan tidak terburu-buru dalam mengucapkan kata pisah.

Nah, itulah tadi pembahasan mengenai Hukum Perceraian dalam Islam semoga menambah kita ketaqwaan kita dalam melakukan suatu hal agar tidak berlebihan dan selalu diridhoi Allah.Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan serta wawasan kita dalam beribadah kepada Allah SWT. Sekian dan terima kasih.