Pengertian Mufakat : Prinsip, Sifat dan Contoh

Salah satu prinsip dasar demokrasi Pancasila yang dianut oleh bangsa Indonesia yang berakar dari kebudayaan Indonesia serta membedakannya dengan negara lain adalah kerakyatan, permusyawaratan dan mufakat. Ketiga prinsip dasar tersebut merupakan satu kesatuan dan harus dijalankan secara bersama-sama. Maksudnya adalah demokrasi Pancasila haruslah mengedepankan unsur  kerakyatan dan unsur permusyawaratan dan mufakat sekaligus. Begitu juga sebaliknya.

Dengan demikian, setiap pengambilan keputusan yang dilakukan dalam demokrasi Pancasila harus dilakukan oleh seluruh rakyat melalui mekanisme permusyawaratan perwakilan guna mencapai mufakat atau kata sepakat.  

A. Pengertian Mufakat

Menurut Kamus Bahasa Besar Indonesia Daring, yang dimaksud dengan mufakat adalah setuju, seia sekata, sepakat, persetujuan, kata sepakat, pembicaraan, atau perundingan.

  1. Abdul Manan menyatakan bahwa kata mufakat berasal dari kata muwafaqat yang berarti persetujuan. Dengan kata lain mufakat adalah persetujuan atau kesepakatan yang dicapai setelah melewati permusyawaratan dan perundingan atau tukar pendapat dan/atau pikiran.
  2. Fokky Fuad Wasitaatmadja mendefinisikan mufakat sebagai kesepakatan yang diperoleh atau dihasilkan oleh mereka yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam proses musyawarah dalam rangka pemecahan masalah.
  3. Yudi Latif menyatakan bahwa mufakat adalah hasil karya konsensus atau hikmat kebijaksanaan. Dalam arti, sumber mufakat adalah persamaan jiwa dan semangat dalam mengemban hasil karya bersama, baik kerberhasilan maupun kegagalannya.

B. Prinsip-Prinsip Mufakat

Adapun prinsip-prinsip mufakat antara lain sebagai berikut.

  1. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
  2. Mufakat dan/atau putusan yang dihasilkan dari proses musyawarah berkualitas tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  3. Mufakat dan/atau putusan yang dihasilkan dari proses musyawarah harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, serta mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
  4. Mufakat yang dihasilkan dari proses musyawarah tidak bertentangan dengan Pancasila dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
  5. Mufakat yang dihasilkan dari proses musyawarah merupakan hasil kesepakatan dari berbagai macam golongan yang bermusyawarah.  
  6. Jika mufakat tidak tercapai maka pengambilan keputusan dilakukan dengan suara terbanyak sesuai dengan peraturan yang berlaku sebagai bentuk pelaksanaan mufakat itu sendiri.
  7. Terkait masalah-masalah yang dianggap penting dan sensitif, pengambilan keputusan dilakukan secara tertutup atau sesuai dengan kesepakatan bersama.
  8. Tidak secara serta merta membenarkan pendapat mayoritas karena pendapat minoritas juga perlu diperhatikan dan dipertimbangkan.
  9. Mufakat dan/atau hasil putusan lainnya yang dihasilkan dari proses musyawarah harus dapat diterima dan dilaksanakan oleh semua pihak dengan itikad baik dan penuh rasa tanggung jawab.

C. Sifat-Sifat Mufakat

Mufakat adalah hasil karya konsensus, dan karena itu mufakat memiliki beberapa sifat di antaranya adalah sebagai berikut.

  • Egaliter maksudnya adalah mufakat yang dihasilkan melalui proses musyawarah berasal dari partisipan musyawarah yang memiliki hak dan kedudukan yang sama.  
  • Inklusif maksudnya adalah mufakat yang dihasilkan dari proses musyawarah melibatkan berbagai macam pemangku kepentingan.   
  • Kolaboratif maksudnya adalah mufakat merupakan hasil kerjasama dari mereka yang berpartisipasi dalam musyawarah.
  • Kooperatif maksudnya mufakat merupakan hasil kerjasama dari mereka yang berpartisipasi dalam musyawarah. 
  • Partisipatif maksudnya mufakat merupakan hasil dari kesepakatan mereka yang berpartisipasi dalam musyawarah. 

D. Contoh Mufakat

Contoh nyata mufakat yang dapat kita lihat dan kita rasakan hingga kini adalah empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Menilik sejarahnya, keempat pilar ini merupakan hasil mufakat para pendiri bangsa yang harus diterima, ditaati, dan dilaksanakan oleh seluruh bangsa Indonesia tanpa kecuali. 

1. Pancasila

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara dimulai saat masa persidangan pertama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia  (BPUPKI) tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945. Di masa persidangan itu, para anggota BPUPKI menawarkan pandangannya tentang dasar negara yang mayoritas sangat bersesuaian dengan sila-sila dalam Pancasila.  Sidang ini akhirnya ditutup dengan lima prinsip yang ditawarkan Ir. Sukarno yang diberi nama Pancasila. Rumusan ini kemudian dibahas lebih lanjut oleh Panitia Delapan yang dibentuk oleh ketua BPUPKI, dan disempurnakan oleh Panitia Sembilan. Tanggal 18 Agustus 1945 rumusan final Pancasila disahkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang mengikat secara konstitusional dalam kehidupan bernegara.   

2. UUD 1945

Pembahasan tentang konstitusi negara dilakukan dalam sidang kedua BPUPKI  tanggal 10 – 17 Juli 1945. Sidang ini menghasilkan keputusan dibentuknya Panitia Hukum Dasar yang bertugas membuat rancangan undang-undang dasar. Panitia ini kemudian membentuk Panitia Kecil guna membahas rancangan undang-undang dasar lebih lanjut.  Hasil pembahasan yang dilakukan Panitia Kecil kemudian dilaporkan kepada Panitia Hukum Dasar. Setelah melalui beberapa kali sidang, BPUPKI akhirnya menerima dan menyetujui rumusan tersebut menjadi Rancangan Undang-Undang Dasar. UUD 1945 akhirnya disahkan dan ditetapkan sebagai konstitusi negara pada tanggal 18 Agustus 1945.   

3. NKRI

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan bentuk negara yang dipilih dan disepakati oleh para pendiri bangsa. Adalah Kerajaan Majapahit yang menjadi cikal bakal terbentuknya negara Indonesia serta Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Majapahit yang bernama Gajah Mada. Sumpah Palapa inilah yang menjadi rujukan para pendiri bangsa untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pembahasan tentang bentuk negara muncul dalam sidang kedua BPUPKI  tanggal 10 – 17 Juli 1945 ketika membahas undang-undang dasar. Saat itu ada dua macam bentuk negara yang diperdebatkan yaitu negara kesatuan dan negara federal. Hingga akhirnya para pendiri bangsa sepakat bahwa bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan.  

4. Bhinneka Tunggal Ika

Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi semboyan negara juga merupakan hasil mufakat para pendiri bangsa di antaranya Ir. Sukarno, Muhammad Yamin, dan I Gusti Bagus Sugriwa di sela-sela sidang BPUPKI, dua bulan sebelum Indonesia merdeka.

Istilah Bhinneka Tunggal Ika sendiri berasal dari Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular yang terbit di masa Kerajaan Majapahit pada abad XIV. Semboyan ini awalnya dimaksudkan untuk pemeluk agama Budha dan agama Hindu agar dapat hidup berdampingan dengan damai.

Para pendiri bangsa kemudian memberikan penafsiran baru terhadap semboyan ini karena dinilai sangat relevan dengan situasi dan kondisi Indonesia yang beragam agama, suku, kepercayaan, politik, ideologi, bahasa, dan budaya. Hingga akhirnya para pendiri bangsa yang mayoritas beragama Islam pun dapat menerima warisan Mpu Tantular tersebut dan menjadi semboyan bangsa Indonesia hingga kini.