Pengertian Curah Hujan : Unsur, Metode Pengukur dan Kondisi Klimatologi

Ketika permukaan bumi diguyur hujan dianggap sebagai kenikmatan yang diberikan sang pencipta. Hujan yang turun bukan hanya setitik saja, melainkan curah hujan dalam jumlah variatif. Curah hujan tersebut memiliki proses berkelanjutan alamiah yang dinamakan siklus hidrologi. Pembahasan tentang curah hujan selalu menarik untuk disimak. Pasalnya mempengaruhi kondisi alam dan makhluk hidup, khususnya bidang pangan manusia. Mari baca ulasan lengkap berikut ini!

A. Apa itu Curah Hujan?

Secara keilmuan, hujan diartikan sebagai rangkaian proses presipitasi cairan, dimana terjadi kondensasi uap air dalam bagian atmosfer. Uap air bertambah, mendingin hingga akhirnya mengalami tabrakan satu dengan lainnya dan terjadilah fenomena hujan.

Curah hujan merupakan jumlah air jatuh selama periode dan wilayah tertentu. Dimana perkiraannya diukur berdasarkan satuan tinggi dari atas permukaan tanah secara horizontal. Volume air yang terkumpul ini dilihat berdasarkan periode harian, mingguan, bulanan, hingga jangka waktu tahunan.

Satuan pengukurannya menggunakan milimeter (mm) dari atas permukaan horizontal. Adapun ilmu yang mempelajari curah hujan yakni ilmu hidrologi memusatkan perhatian pada siklus air yang berada di bumi. Baik itu berasal dari sumber, pergerakan, distribusi, hingga kualitas air.

B. Unsur Pengukur Curah Hujan

Pengukuran curah hujan hingga jatuh ke permukaan bumi memiliki berbagai unsur, antara lain:

1. Intensitas Laju Hujan

Perhitungan konsentrasi curah hujan yang terjadi pada daerah tertentu. Pengukuran yang dilakukan lebih spesifik, mulai dari seberapa banyak milimeter air hujan turun setiap menit, jam, dan hari.

2. Durasi Curah Hujan

Penghitungan yang dilakukan atas lamanya air hujan turun dalam ukuran menit dan jam. Contohnya, curah hujan berlangsung selama 1 jam 43 menit.

3. Ketinggian Curah Hujan

Penting pula mengukur ketinggian curah hujan biasanya dilakukan setelah hujan reda. Biasanya ditinjau dari kedalaman air dan ketebalan dalam ukuran milimeter diatas bidang datar.

4. Frekuensi Periode Curah Hujan

Frekuensi curah hujan dilihat dari pengamatan selama beberapa tahun terhadap curah hujan di daerah tertentu. Pengukuran harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan.

5. Lingkup Wilayah Curah Hujan

Pengukuran curah hujan dengan meninjau frekuensi periode air hujan dalam cakupan luas. Lebih tepatnya dilakukan sesuai letak geografis area yang terkena hujan.

C. Metode Pengukuran Curah Hujan

Bagi para ilmuwan dunia sangat penting mengukur curah hujan di bumi. Biasanya menggunakan Untuk menganalisa jumlah curah hujan suatu wilayah, kita dapat menggunakan 3 metode berikut ini.

1. Metode Aritmatik

Tergolong metode paling sederhana dan penerapannya mudah. Pengukuran curah hujan dilakukan berdasarkan daerah aliran sungai yang terbagi menjadi DAS. Pada masing-masing DAS inilah dilakukan penghitungan dan ditotal.

Metode aritmatik juga memiliki kelemahan yakni tingkat keakurat rendah karena pengukuran dilihat dari distribusi hujan terhadap ruang dan luas DAS. Disamping itu, membutuhkan pengukuran dari banyak tempat secara konsisten.

2. Metode Poligon Thiessen

Metode penghitungan poligon thiessen dinilai lebih lebih baik dibandingkan metode aritmatik. Perhitungan dilakukan berdasarkan lokasi wilayah persebaran curah hujan dengan stasiun DAS yang telah diketahui luasnya.

Kelemahan pengukuran curah hujan dengan metode ini yaitu tidak cocok dilakukan pada wilayah yang memiliki curah hujan sedikit dan persebaran tidak merata.

3. Metode Isohyet

Metode isohyet dikatakan sebagai perhitungan yang lebih kompleks dan akurat. Alat pendukung wajib digunakan untuk analisa adalah komputer. Perhitungan dilakukan dengan menentukan dan membagi wilayah sepanjang DAS dengan intensitas hujan sama.

Setelah itu besarnya curah hujan dari stasiun pertama dan kedua ditambah dan dan dibagi dua. Selanjutnya dikalikan luas DAS stasiun pertama dan dibagi luas DAS total stasiun.

D. Kondisi Klimatologi Global

Total curah hujan secara global mencapai 990 milimeter. Meskipun tinggi tetapi angka persebaran pada tiap daerah tidak merata. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi klimatologi global dimana curah hujan terbagi menjadi 4 tipe, yakni:

1. Wilayah Gurun

Gurun tergolong dataran yang sangat luas dan hampir semua wilayahnya diselimuti oleh padang pasir. Perubahaan suhu ketika siang ke malam hari sangat ekstrim. Dilihat dari curah hujan yang diterima hanya 250 mm setiap tahun.

2. Wilayah Basah

Wilayah basah merupakan area dengan kondisi tanah selalu basah. Kondsi tersebut disebabkan darri kandungan kadar air yang tinggi. Sementara itu, wilayah basah biasanya memiliki suhu rendah dan curah hujan tinggi.

3. Wilayah Westerlies

Wilayah westerlies merupakan kawasan yang terkena dampak angin westerlies. Dimana angin jenis ini selalu berhembus menuju arah barat. Fenomena angin westerlies terjadi pada wilayah Atlantik Utara dengan pegerakan ke arah bagian Eropa Barat. Hal tersebut mengakibatkan curah hujan di Bergen, Norwegia mencapai 2500 mm per tahun.

4. Wilayah Lembab

Ada pula kondisi daerah terlembab di permukaan bumi yang berada di Cherrapunji, East Khasi Hills, India. Curah hujan tahunan kawasan tersebut cukup tinggi yakni mencapai 11430 mm. Kawasan lembab lain yakni Mount Belleden Ker berada di Australia yang curah hujannya mencapai 8000 mm setiap tahun.

Curah hujan menjadi perhatian khusus di dunia selain intensitas dan panas matahari. Tinggi rendahnya curah hujan akan mempengaruhi volume air bumi, makhluk hidup, ekosistem, dan lainnya. Semoga uraian diatas bermanfaat.