Standard Pernikahan dan Khajatan dalam Islam

Jagad.idStandard Pernikahan dan Khajatan dalam Islam sudah dijelaskan dalam beberapa hadis dan kitab Pernikahan adalah institusi suci dalam Islam, dan itu adalah bagian penting dari kehidupan seorang Muslim. Itu dianggap sebagai sarana untuk mencapai kedekatan dengan Allah dan juga sebagai cara untuk memenuhi kewajiban agama dan sosial seseorang. Dalam Islam, pernikahan bukan hanya penyatuan fisik tetapi juga ikatan emosional dan spiritual yang membantu pasangan untuk tumbuh bersama dalam iman dan cinta.

Menyaksikan peristiwa pernikahan di KUA dan pernikahan dengan keluarga inti yang tren sekarang ini, lantas bagaimana persyaratan standar pernikahan dan khajatan atau walimah dalam Islam ?

Standard Pernikahan dan Khajatan dalam Islam

Konsep khajatan (atau mahar) merupakan bagian integral dari pernikahan dalam Islam. Adalah sejumlah uang atau harta yang diberikan oleh seorang suami kepada istrinya sebagai hadiah, yang menjadi miliknya dan dapat digunakan sesuai keinginannya. Khajatan bukan sekedar transaksi keuangan, tetapi juga merupakan simbol komitmen suami untuk menafkahi istrinya dan kesediaannya memikul tanggung jawab hidup berumah tangga.

Dalam Islam, ada standar dan pedoman tertentu yang harus diikuti dalam hal pernikahan dan khajatan. Standar-standar ini dirancang untuk memastikan bahwa hak-hak suami dan istri dilindungi, dan bahwa hubungan mereka dibangun di atas landasan yang kuat untuk saling mencintai, menghormati, dan percaya.

Baca Juga : Hukum membaca Al-Fatikhah Sebelum Mengawali Kegiatan

Pertama dan terpenting, untuk diingat bahwa pernikahan dalam Islam didasarkan pada kesepakatan bersama. Keputusan untuk menikah harus dibuat oleh pasangan itu sendiri, dan bukan oleh orang tua atau orang lain. Nabi Muhammad (saw) mengatakan, “Seorang wanita menikah karena empat hal: kekayaannya, status keluarganya, kecantikannya, dan agamanya. Jadi, pilihlah yang terbaik dalam agama dan karakter, dan pernikahan Anda akan diberkahi.”

Rasulullah saw menasihati para pemuda apabila sudah mampu dan siap untuk segeralah  menikah. Sabda beliau :

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Artinya : “Wahai para pemuda siapa diantara kalian yang sudah mampu pembiayaan maka menikahlah. Karena ia dapat menahan pandangan dan menjaga kemaluan dan siapa yang belum mampu, hendaknya dia berpuasa karena itu menjadi tameng baginya (HR. Bukhari no. 5066).”

Pendapat Ulama

Imam an-Nawawi mengatakan jika kata “البَاءَة” (baa) mempunyai dua makna, satu diantaranya ialah kesiapan/kemampuan untuk menikah, dan mampu membiayai pernikahan. Kewajiban  yang harus dipenuhi untuk suami ialah mas kawin atau mahar, hingga Allah SWT berfirman:

وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً

Artinya : “Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan (QS. An-Nisa [4]: 4).”

Imam Khatib Asy-Syirbini mengutarakan jika segala hal yang dijualbelikan dengan cara sah, baik berbentuk harta benda atau jasa yang syah, dipakai sebagai mahar.

Syekh Ibnu Qasim Al-Ghazi mengatakan jika tidak ada minimum dan maksimal mahar. Yang perlu satu tahun kurang dari 10 dirham dan tidak lebih dari 500 dirham. Bila satu dirham diganti dengan Rp 73.500 karena itu minimum mahar ialah Rp 735.000.

Biasanya biaya kontrak pernikahan yang lain ialah ongkos yang diputuskan oleh negara. Bila perkawinan dilaksanakan di luar kantor KUA, dikenai biaya sejumlah Rp. 600.000. Tetapi, bila dilaksanakan di dalam kantor KUA, tidak dikenai biaya . Biaya ikrar nikah yang lain hanya memiliki sifat tradisional dan bisa berbeda setiap wilayah.

Berikut Standar menyelenggarakan Khajatan atau Walimah

Dalam hal khajatan, penting untuk diingat bahwa itu harus diberikan secara sukarela dan bukan sebagai syarat untuk menikah. Itu bukan kewajiban, tetapi itu adalah amalan yang dianjurkan, dan jumlahnya harus masuk akal dan terjangkau oleh suami. Nabi Muhammad (saw) mengatakan, “Khajatan terbaik adalah yang paling sederhana dan termudah.”

Khajatan Pernikahan atau Resepsi (Walimatul Ursy) ialah tahun yang keramat. Nabi Muhammad SAW berkata ke seorang rekannya yaitu shohabat Abdurrahman bin Auf RA, yang sudah menikah :

أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

Artinya : “Adakanlah walimah meskipun dengan (menyembelih) seekor kambing (HR. Bukhari no. 2048).”

Walimah bermakna minuman dan makanan di acara pesta pernikahan, jadi pokok dari upacara pernikahan ialah menyuguhkan minuman dan makanan ke beberapa tamu. Dan beberapa hal lain seperti dekor, hiburan, gaun pengantin khusus dan sebagainya sebagai perubahan dari adat tradisi dan budaya.

Penting juga untuk diingat bahwa tujuan khajatan bukanlah untuk memperkaya satu pihak atau menciptakan beban keuangan bagi pihak lain. Sebaliknya, itu dimaksudkan untuk memberikan keamanan dan stabilitas bagi istri dan membantunya mempertahankan martabat dan kemandiriannya. Istri memiliki hak untuk menggunakan khajatan sesuai keinginannya, dan suami tidak boleh mengganggu kebebasannya untuk melakukannya.

Baca Juga : Isra Miraj Nabi Muhammad, Teladan atas kesabaran Rasulullah

Syekh Taqiyuddin Al-Hishni Al-Husaini mengatakan jika minimal untuk melangsungkan acara pesta ialah menyuguhkan sajian apa pun itu.

Syekh Ibnu Qasim Al-Ghazi berkata : Batasan minimum untuk fakir miskin itu yang sesuatu yang mudah sesuai dengan kemampuannya. Adapun untuk yang sanggup, minimalnya ialah menyembelih kambing, karena Rasulullah sedang melangsungkan acara pesta saat menikah dengan Sayyidah Zainab binti Jahsy ra. menyembelih satu ekor kambing.

Perjamuan makan cukup hanya hal sederhana yang berdasarkan dari hadits shohabat Shafia binti Syaibah RA. beliau menjelaskan itu:

أَوْلَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى بَعْضِ نِسَائِهِ بِمُدَّيْنِ مِنْ شَعِيرٍ

Artinya : “Nabi ﷺ mengadakan walimah atas sebagian istri beliau dengan dua mud dari gandum (HR. Bukhari no. 5172).”

Baca Juga : Doa Setelah Sholat Istikharah Para Ulama

Bila 1 mud = 700 gr, karena itu 2 mud sama dengan 1,4 kg gandum. Istri yang dimaksud yang diartikan dalam hadits di atas, ialah Sayyidah Ummu Salamah RA.

Teman dekat Anas bin Malik, mudah-mudahan Allah meridhoinya. Dia mengatakan tidak ada roti dan daging di hari raya Rasulullah bersama Sayyidah Shafiyah binti Huyay ra. Seorang teman dekat Anas bin Malik berbicara:

أَمَرَ بِالأَنْطَاعِ فَأُلْقِيَ فِيهَا مِنَ التَّمْرِ وَالأَقِطِ وَالسَّمْنِ فَكَانَتْ وَلِيمَتَهُ

Artinya : “Nabi memerintahkan (untuk menyiapkan) hamparan dari kulit. Lalu diletakkan di atasnya kurma, keju dan samin. Itu adalah walimah beliau (HR. Bukhari no. 5159).”

Asy-Sheikh Ibrahzim Al-Bayjuri menjelaskan jika ikrar nikah sendiri tidak harus dilaksanakan di hari ikrar nikah (hari akad nikah) atau secepat-cepatnya.

Resepsi atau khajatan nikah sama dengan aqiqah, yakni bisa dilaksanakan sesudah melalui waktu lama semenjak pernikahan (akad), walau suami dan istri sudah berpisah atau wafat. Tetapi, yang khusus ialah itu terjadi sesudah hubungan seks di antara suami dan istri.

Aspek penting lain dari pernikahan dalam Islam adalah konsep mahar (atau hadiah pengantin). Itu adalah hadiah yang diberikan suami kepada istrinya sebagai simbol cinta dan komitmennya padanya. Berbeda dengan khajatan, mahar bukanlah transaksi keuangan, tetapi merupakan isyarat kasih sayang dan rasa hormat. Besarnya mahar dapat disepakati oleh kedua belah pihak, dan dapat dibayarkan pada saat akad nikah atau di kemudian hari.

Ringkasan

Menikah sebagai saran anjuran dari Rasulullah SAW ke setiap muslim yang mempunyai kekuatan kemampuan untuk menikah. Biaya minimum pernikahan ialah sediakan mahar yang cukup. Adapun untuk melangsungkan acara pesta atau pernikahan, sedangkan secara hukum syariah ialah sunnah muakkad. Benar-benar disarankan supaya acara pesta digelar walaupun secara simpel/sederhana dan sesuai kemampuannya.

Instruksi nikah di Kuwait University dan mengadakan acara pesta terbatas tidak berlawanan dengan syariah karena penuhi persyaratan minimum ikrar nikah dan acara pesta pernikahan.

Kesimpulannya, standar perkawinan dan khajatan dalam Islam didasarkan pada prinsip saling ridha, cinta, dan hormat. Khajatan harus diberikan secara sukarela dan tidak boleh membebani keuangan salah satu pihak, sedangkan mahar adalah simbol komitmen suami terhadap istrinya. Dengan mengikuti pedoman ini, pasangan muslim dapat membangun hubungan yang kuat dan bermakna yang didasarkan pada kepercayaan, pengertian, dan pengabdian kepada Allah.