Pengertian Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

Kajian filsafat memang terdengar abstrak bagi sebagian besar masyarakat karena hubungannya yang fokus pada bagaimana alam semesta berserta makhluk hidup di dalam nya terbentuk mulai dari teori bahwasan nya tikus berasal dari sampah yang merupakan benda mati dimana tentu hal tersebut dianggap sebagai sesuatu yang miring namun tidak ada yang salah dalam filsafat.

Kajian filsafat sendiri lahir dari Andalusia atau terkenal dengan Yunani dimana para filsuf-filsuf hebat lahir mulai dari Plato, Thucydides hingga Aristoteles yang menginspirasi berbagai filsuf di belahan bumi lain seperti konfusius di China meskipun ada indikasi bahwa filsafat pernah disinggung dalam kajian perang dan strategis dalam buku paling tua di budaya China.

Dalam ilmu filsafat istilah ontology, epistimologi dan aksiologi seperti ilmu dasar atau basis dari penerapan ilmu lain dari paradigma yang dihasilkan tokoh-tokoh terkemuka. Pada pembahasan kali ini akan dijelaskan secara rinci mengenai pengertian ontology, epistimologi dan aksiologi.

Ontologi: Konkretinitas

Dalam ungkapan sederhananya ontology dapat dikatakan sebagai sesuatu yang konkret sebagai pembeda antara dunia nyata dengan ilusi atau sesuatu yang hanya bersifat nampak. Dalam penjelasan materi mengenai ontologi filsuf paling berpengaruh dan terkenal yaitu Thales yang mengungkapkan bahwa air merupakan benda paling nyata dan sebagai dasar dari terbentuknya benda-benda lain.

Intinya yang ingin dikenkankan Thales dalam ontology nya itu bahwa air merupakan substansi utama yang tidak memiliki sumber dasar lain dan air itu sendiri lah sebagai sumber dasar. Sudut pandang ontologi secara general dapat dibagi menjadi dua:

1. Kuantitatif

Dalam sebuah penelitian, kuantitatif diidentikan sebagai suatu metode yang difokuskan pada perhitungan angka yang absolut dengan mengindahkan atribut sosial yang melekat pada koreponden sebagai subyek penelitiannya dimana hasilnya seringkali dianggap tidak konkret sehingga jawaban akan dapat menemui adanya ambiguinitas entah itu bersifat plural atau tunggal.

2. Kualitatif

Lain hal nya dengan kuantitatif, data yang dihasilkan kualitatif cenderung lebih konkret karena tidak melepaskan atribut sosial yang melekat pada koresponden sebagai sampel penelitiannya melalui cara wawancara hingga terjun langsung ke lapangan yang memang dalam ukuran waktu cenderung lebih lama dan rumit.

Namun hal positif yang akan diperoleh yaitu data akan berupa sesuatu yang nyata secara visual, bau dan verbal seperti warna bunga matahari yang kuning, bau sabun yang harum atau frasa bahasa asing yang sulit diucapkan.

Aliran yang meliputi dalam subyek ontologi ini termasuk pandangan (1) realisme yang melihat segala sesuatu nya dari satu sudut pandang serta dilihat secara naluriah dan harfiah nya yang sesuai dengan kenyataan, (2) naturalism yaitu lebih pada sifat alamiah secara lahir dan batin baik itu dari benda hidup atau benda mati yang dapat dilacak dari substansi dasar pembentuknya.

Sementara yang ke (3) empirisme yang lebih dikaitkan pada perhitungan numeric dengan hasil yang konkret dan cepat. Selain itu banyak pula terdapat istilah menarik atau khas dalam ontologi seperti esensi (pokok), tunggal, realitas, substansi, perubahan, jamak, yang ada atau nyata dan eksistensi.

Ontologi ini sangat umum dipelajari para akademisi yang bergerak di bidang ilmu medis, sains (fisika), ilmu tentang teknik, Hubungan Internasional, sosiologi, ilmu budaya, ilmu antropologi, dan masih banyak lagi.

Epistimologi: Teori Alam atau Pengetahuan

Cabang lain yang ditekankan sebagai ilmu dasar dalam filsafat yaitu mengenai epistimologi. Episteimologi di sini merupakan kata yang diambil dari bahasa Yunani yaitu episteme yang memiliki arti pengetahuan dengan fokus kajian berupa justifikasi atau pembenaran, keyakinan yang rasionalitas dan tentu mengenai hakikat ilmu pengetahuan.

Istilah epistimologi sendiri digunakan pertama kali oleh J.F. Ferrier yang diambilnya dari konsep ontology meskipun ada dugaan bahwa Raja Inggris khususnya di Skotlandia, James IV, lah yang pertama kali menggunakan istilah tersebut dengan nama epistemon tahun 1591 atau tiga abad sebelum Ferrier membuatnya terkenal.

Empat hal atau bidang yang selalu menjadi perdebatan utama dalam epistimologi meliputi (1) skeptitisme yang muncul dari keraguan seseorang dalam menginterpretasikan suatu fenomena ilmiah, (2) kriteria justifikasi dan ilmu pengetahuan, (3) analisis dalam ilmu filsafat yang mengenai keterkaitan antara justifikasi, kenyataan dan keyakinan, dan (4) ruang lingkup dan sumber keyakinan dan pengetahuan.

Pertanyaan mendasar yang selalu orang kemukakan hingga kemudian masuk dalam kajian bahasan epistimologi ini adalah bagaiaman seseorang mengetahui atau meyakini kebenaran akan diri sendiri. Secara dinalar hal tersebut tampak bodoh namun setiap manusia pasti pernah merasakan hal yang sama pada dirinya.

Epistimologi secara sederhana merupakan cabang ilmu yang digunakan untuk mencari tau makna atau arti dari sebuah ilmu pengetahuan yang kemudian oleh filsuf Prancis diubah makna nya menjadi teori pengetahuan.

Aksiologi:

Berasal juga dari bahasa Yunani, yaitu Axion yang berarti nilai dan logos yang berarti ilmu atau teori, aksiologi ini merupakan bentuk lanjutan dari ontology dan epistimologi yang lebih berfokus pada aksi atau tindakannya seperti bagaiamana seseorang menggunakan ilmunya dimana dapat disimpulkan bahwa aksiologi hendak mencapai manfaat dari diambilnya ilmu pengetahuan tersebut.

Perntanyaan dasar yang dijadikan referensi subyek studi aksiologi ini meliputi:

  1. Kaitan dari kaidah moral dengan cara penggunaan
  2. Pilihan-pilihan yang ditentukan berdasarkan penentuan obyek yang telah ditelaah
  3. Kaitan profesionalitas dan norma moral dengan metode ilmiah yang diguanakan dalam menjalankan suatu pengamatan
  4. Tujuan dari penggunaan ilmu pengetahuan

Dalam studi aksiologi diperkenalkan dua komponen dasar yaitu estetika (keindahan) dan etika (sikap atau moralitas). Etika fokus pada masalah moralitas terutama pada adat istiadat, norma dan perilaku dalam suatu komunitas dimana tingkah laku seseorang akan dilihat tidak hanya oleh diri sendiri namun juga lingkungan sekitar tentang bagaimana masyarakat akan melabeli orang tersebut termasuk Tuhan.

Sementara estetika yang berfokus pada keindahan sebagai pandangan utama disinyalir bahwasannya padangan terhadap sesuatu apa pun pasti memiliki aura positif dengan hadirnya unsur-unsur keindahan di dalam nya berupa harmonisasi dan keberangaman yang bersatu secara lahiriah dan batiniah dengan menekankan bahwa setiap subyek harus lah memiliki kepribadian untuk kemudian dapat dipandang estetikanya.

Kajian filsafat memang terdengar abstrak bagi sebagian besar masyaralat karena hubungannya yang fokus pada bagaimana alam semesta berserta makhluk hidup di dalam nya. Ilmu filsafat tidak semerta-merta dipelajari sebagai tujuan sesat yang dapat menyelewengkan manusia untuk tidak mempercayai Tuhan namun justru sebaliknya.

Pentingnya mempelajari ilmu filsafat dapat mendorong umat manusia untuk lebih peka dalam perwujudan dunia dan isi nya serta dari situ rasa syukur akan keberadaan Tuhan semakin nyata. Teori yang muncul bahwasannya manusia merupakan zat yang terbentuk sendiri bukan lah akhir dari studi filsafat melainkan bahwa ilmu atau teori tersebut masih harus dikaji ulang secara mendalam.