Togog adalah tokoh wayang yang memiliki julukan sebagai ‘Dewa yang Malang’. Di mana tokoh ini ada di dalam kisah pewayangan purwa yang cukup populer. Dia memiliki mata juling, hidung yang pesek, mulut ndower atau lebar tak bergigi, kepala botak, bahkan rambutnya hanya di tengkuk saja, bergelang, dan memiliki suara nge-bass atau rendah besar. Keris adalah senjata utamanya yang selalu ia bawa ke mana-mana juga dalam menghadapi musuh. Walaupun di pewayangan, hampir tak pernah melihat Togog berkelahi.
Togog merupakan tokoh pewayangan yang memiliki takdir untuk menemani majikannya yang memiliki hati sombong, keras kepala, otoriter, hiporkit, dan antidemokrasi. Karena suaranya yang rendah dan nge-bass, hampir kata-kata bijaknya tak didengar dan diindahkan oleh majikannya. Itu sebabnya Togog pun ikut kecipratan watak jahat dari majikannya.
Di sinilah kenapa Togog memiliki julukan sebagai ‘Dewa yang Malang’. Karena ia tak semujur saudaranya, Semar. Walaupun keduanya sama-sama cucu Sang Hyang Wenang.
Cerita Singkat Togog
Saat zaman kadewatan, alkisah Sanghyang Wenang telah mengadakan sayembara untuk menjadi penguasa kahyangan. Sayembara ini pun diikuti ketiga cucunya yaitu Batara Antaga atau Togog, Batara Ismaya atau Semar, dan Batara Manikmaya atau Batara Guru. Sayembara itu syaratnya adalah menelang Gunung Jamurdipa dan memuntahkan kembali secara utuh.
Togog pun menjadi peserta urutan pertama, karena ia adalah yang paling tua. Namun ternyata Togog gagal melakukannya, malah akibatnya ia mengalami robek pada mulutnya. Selanjutnya Semar melakukannya. Ia berhasil menelan gunung tersebut secara utuh, namun Semar gagal memuntahkannya, hingga perutnya membuncit. Karena Gunung tersebut musnah ditelan Semar, akhirnya yang memenangkan sayembara tersebut adalah Batara Guru yang merupakan cucu paling bungsu.
Karena gagalnya Semar dan Togog, akhirnya mereka ditugaskan turun ke bumi untuk menjadi pamong dan penasihat alias pembisik arti kehidupan kepada manusia agar manusia berbuat kebajikan.
Naas, Semar yang berhasil menelan gunung mendapatkan hadiah berupa menjadi penasihat para ksatria berwatak baik. Sedangkan Togog yang gagal menelannya mendapat hukuman menjadi pamong para ksatria yang berwatak buruk.
Ya, inilah nasib malang yang dialami Togog. Ia pun harus menemani kaum aristokrat yang berhati busuk dari masa ke masa. Namun kehadiran Togog dalam pewayangan ini hanya sebagai pelengkap penderita saja. Di dalam pementasan wayang, ia selalu gagal membisikan kebaijkan ke orang-orang yang diikutinya. Angkara murka pun terus mengalis, watak budi terapung. Togog pun dianggap gagal sebagai dewa.
Sifat dan Bentuk Fisik Togog
Togog memiliki kemampuan mengingat yang sangat kuat. Apalagi ia sudah mengarungi berbagai tempat. Dengan begitu, ia mendapat tugas sebagai pemandu jalan para raksasa yang diikutinya. Di sini Togog memiliki sifat jelek, yaitu tak memiliki kesetiaan. Terkadang Togog suka berganti-ganti majikan di setiap tempat dan setiap waktu. Togog yang memiliki nama lain Lurah Wijayamantri ini sering mendapat tugas mengantar bala tentara mengarungi negeri. Berpindah tempat dari negeri satu ke negeri lain.
Tokoh Togog lebih mudah dikenali dalam pewayangan Jawa. Karena ia memiliki ciri yang sangat khas sekali, yaitu mulutnya yang besar. Di mana mulut itu selalu digunakan untuk menasehati para majikannya, namun tak pernah diindahkan olehmajikannya.
Padahal kata-kata yang diucapkan Togog cukup indah. Namun dengan simbol suaranya yang ngebas, bahkan kata-kata bijak pun tak terdengar sama sekali. Inilah nasib malang yang dialami Togog sebagai Dewa yang Malang.