Jagad.id – Berbicara mengenai kebudayaan Indonesia, tentu akan sangat banyak kita jumpai. Diberbagai daerah memiliki kebudayaannya masing-masing, ada ketoprak, ludruk, wayang, jaran kepang, reog dan masih banyak lagi. Dan kali ini, kami akan membahas tentang wayang yang terkenal dari sunda. Dan sudah pasti, kami akan membahas tentang wayang golek Asep Sunandar. Salah satu dalang yang sangat terkenal di Sunda.
Sebagai produk budaya Indonesia, tentu wayang golek memiliki daya tarik bagi masyarakat di Indonesia. Terlebih untuk masyarakat sunda atau jawa barat. Namun, bagi generasi sekarang tidak jarang yang tidak mengetahuinya. Maka dari itu, kami anggap penting untuk berbicara mengenai wayang golek ini. Simak saja ulasannya dibawah yah!
Sejarah Wayang Golek
Wayang Golek merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang tumbuh dan berkembang di Jawa Barat. Daerah penyebarannya terbentang dari Cirebon di sebelah timur sampai daerah Banten di sebelah barat, bahkan di daerah Jawa Tengah yang berbatasan dengan Jawa Barat sering dilakukan pertunjukan seni Wayang Golek.
Pendapat lain mengenai penyebaran wayang di Jawa Barat adalah pada masa pemerintahan Raden Patah dari Kerajaan Demak, kemudian diterbitkan oleh Wali Songo. Termasuk Sunan Gunung Jati yang pada tahun 1568 memegang kendali pemerintahan di Kesultanan Cirebon.
Gunakan pertunjukan wayang kulit sebagai sarana advokasi untuk menyebarkan Islam. Baru sekitar tahun 1584 M, seorang Sunan Dewan Wali Sanga mendirikan Wayang Golek, dan tidak lain adalah Sunan Kudus yang menciptakan Wayang Golek Pertama.
Ketika provinsi-provinsi di Jawa Barat berada di bawah kekuasaan Mataram, pada masa pemerintahan Sultan Agung (1601-1635), maraknya mereka yang menggemari kesenian wayang, serta banyaknya bangsawan Sunda yang datang ke Mataram untuk menuntut ilmu Bahasa Jawa dalam konteks kepentingan pemerintahan, semakin maraknya wayang golek dengan kebebasan menggunakan segala bahasa, seni wayang semakin berkembang, menjangkau hampir seluruh wilayah Jawa Barat.
Sepanjang sejarahnya, wayang golek awalnya dipentaskan oleh para bangsawan. Peran penguasa khususnya para penguasa di Jawa Barat sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan wayang golek.
Pada awalnya pertunjukan Wayang Golek dipentaskan oleh Priyai (bangsawan Sunda) di lingkungan keraton atau kabupaten untuk kepentingan pribadi atau umum.
Fungsi pertunjukan wayang tergantung pada permintaan, terutama kaum bangsawan pada saat itu. Tampilan untuk keperluan ritual khusus atau dalam rangka tontonan/hiburan. Pertunjukan wayang golek bersifat ritual, meskipun ada tetapi jarang diselenggarakan.
Sampai sekarang Wayang Golek tetap populer di kalangan orang Jawa Barat, baik tua maupun muda. Itu masih sering dilakukan di berbagai pesta publik seperti khitanan, pernikahan, perayaan hari raya dan malam penggalangan dana, sebagai nazar/pemilih, atau ngaruat untuk meminta berkah dan keselamatan.
Media utama pementasan Wayang Golek adalah wayang yang terbuat dari kayu (umumnya kayu ringan), dihias, dilukis, didandani dan diberi karakter sesuai keadaan dan kebutuhan. Wayang kayu berbentuk manusia di sana-sini disebut juga Wayang Golek, sehingga nama benda pajangan dan nama jenis pertunjukannya sendiri sama yaitu Wayang Golek.
Sosok/badan wayang golek sebenarnya dapat dipisahkan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu kepala, leher, tangan dan badan. Ketiga bagian tersebut dibuat terpisah dan kemudian disambungkan sehingga sosok tersebut terlihat benar seperti “manusia”.
Tentang Wayang Golek Asep Sunandar
Hampir delapan tahun silam, dalang Wayang Golek, Asep Sunandar Sunarya meninggal dunia (31 Maret 2014). Kepergiannya tidak hanya menyisakan duka bagi keluarga, tetapi juga duka bagi para penggemar Wayang Golek, masyarakat Sunda, dan tentunya Indonesia bahkan dunia juga kehilangan salah satu tokoh budayanya.
Dalam dunia pementasan wayang golek yang dikaitkan dengan budaya Sunda (ada juga pentas wayang golek dalam bahasa Jawa), nama Asep Sunandar Sunarya nyaris tak tertandingi. Bahkan tidak ada satu pun yang dianggap setara. Kondisi yang menyatakan bahwa dalang yang terlahir sebagai Asep Sukana ini sebenarnya adalah seorang maestro. Di sisi lain, hal itu juga menimbulkan kekhawatiran, karena seolah-olah tidak ada lagi dalang wayang golek “lainnya”.
Silahkan survey, dengan pertanyaan dasar “Siapa dalang dalam Wayang Golek (Sunda) lho.” Seharusnya wayang golek Asep Sunandar yang disebut lebih dulu. Mungkin ada lebih banyak yang tidak bisa mereka sebutkan.
Bandingkan saja, misalnya dengan wayang kulit yang identik dengan budaya Jawa. Banyak nama dalang kondang yang bisa disebut, Ki Nartosabdo, Ki Anom Suroto, Ki Mantep Soedarsono, dan lain-lain. Belum lagi dalang pemula seperti Ki Hadi Sugito atau Kei Seino Nugroho (baru meninggal akhir tahun 2020).
Apakah pembaharuan dalang berhenti di Wayang Golek di wilayah Sunda?
Pada masanya, Asep Sunandar Sunarya yang menyutradarai Padepokan Giri Harja 3 tidak sendirian. Sebagai dalang keturunan Abeng Sunarya alias Abah Sunarya, ia “bersaing” dengan kakak-kakaknya yang juga sangat populer misalnya Ade Kosasih Sunarya (Giri Harja 3) yang tidak lain adalah kakaknya. Kakak-kakaknya yang lain, seperti Ugan Sunagar Sunarya (Giri Harja 4), Iden Subasrana Sunarya (Giri Harja 5) dan Agus Supangkat Sunarya (Giri Harja 6), juga tampil.
Kakak laki-lakinya, Adi Kusaseh, dianggap paling “setara” saat itu. Belum lagi, ada nama tenar di luar dinasti Sunarya juga, Dede Amung Sutarya, yang tak lain keponakan dari dalang besar Amung Sutarya.
Dari keturunan Sunarya saja, Ade Kosasih Sunarya saat ini mewariskannya kepada anak-anaknya, setidaknya ada dua nama yang bisa disebut, Deden Ade Kosasih Sunarya dan Adi Konthea Kosasih Sunarya. Asep Sunandar Sunarya juga mewariskan nama Dadan Sunandar Sunarya dan Yogaswara Sunandar Sunarya. Belum lagi galar Sunarya lainnya, terlalu banyak nama yang bisa disebut.
Kebanggan
Tidak mengesampingkan prestasi dalang lainnya, wayang golek Asep Sunandar merupakan dalang yang sarat prestasi. Pada tahun 1978, 82 dan 85 ia berhasil meraih gelar Dalang Pinilih I dalam ajang Wayang Binojakrama. Pada tahun 1985 ia menghadirkan Bokor Kancana sebagai simbol supremasi pewayangan Sunda.
Setahun kemudian, ia melakukan perjalanan ke Amerika Serikat sebagai Duta Seni Indonesia. Kemudian, pada tahun 1993 ia diminta menjadi Dosen Luar Biasa di International Institute de la Marionette di Charleville, Prancis dan dianugerahi gelar Profesor. Setahun kemudian ia tampil di berbagai negara lain, Inggris, Belanda, Swiss, Belgia dan seterusnya, hingga akhirnya mendapat Satya Medali Kebudayaan dari pemerintah Indonesia pada tahun 1995.
Inovasi
Apakah Asep Sunandar adalah seorang inovator dalam dunia wayang golek atau sekedar mempromosikan inovasi yang dilakukan dalang-dalang terdahulu juga bisa diperdebatkan dalam persoalan ini. Misalnya, ketika menyebut penggunaan gamelan selap (gamelan multi nada), dianggap sebagai inovasi dari Dede Amung Sutarya.
Mungkin yang membedakan Asep Sunandar adalah kemampuannya memadukan cerita, dakwah, dan selera humor. Dakwahnya tidak dianggap “transendental” karena “ditularkan” kepada para wayang, misalnya melalui Punokawan (Semar, Cepot, Dawala, Gareng), atau bahkan sosok “buta” yang bisa “berdakwah” meski ditempatkan di lingkungan yang bermusuhan. situasi.
Sementara itu, sisi humor dan inovasi digabungkan dalam karakter Wayang di luar jangkauan Mahabharata. Untuk tokoh Si Cepot misalnya, Asep tidak hanya membawa satu boneka, tapi banyak. Ada Cepot yang kepalanya bisa mengangguk, dan ada yang berkaki (meski di satu sisi) saat ngibing atau jaipongan, dll.
Akhir Kata
Nah, demikian merupakan ulasan tentang wayang golek Asep Sunandar yang bisa anda ketahui. Dengan mengetahui kebudayaan wayang golek ini, anda akan memperoleh pengtahuan serta melestarikan budaya bangsa yang luhur. Semoga dari ulasan siatas dapat memberikan anda pengetahuan yang bermanfaat. Amin.