Jagad.id – Saat bulan suci ramadhan datang biasanya banyak orang lupa dengan bacaan niat puasa ataupun doa berbuka puasa di bulan ramadhan. Hal ini sering terjadi karena kebanyakan orang terlalu banyak menjalani aktifitas dan rutinitas harian sehingga pada ramadhan tahun berikutnya bacaan yang sudah dihafal jadi lupa. Biasanya untuk menghafalkannya kembali bagi yang sudah pernah hafal diluar kepala akan mudah meningingatknya. Namun bagi anda yang pertama kali mencoba menghafalkannya jangan sedih, karena untuk menghafalnya sangat mudah mengingat niat puasa ramadhan serta doa berbuka puasa ramadhan sangat singat.
Niat Puasa Ramadhan
Berikut ini merupakan bacaan teks arab dengan text latinya dilengkapi dengan terjemahan arti bahasa indonesianya yang dikutip dari situs resmi nu.or.id .
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin’ an ada’i fardhi syahri ramadhaani haadzihis sanati lillahi ta’aala.
Artinya (Terjemahan Bahasa Indonesia) :
“Aku niat berpuasa besok pagi untuk menunaikan kewajiban di bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta’ala.”
Cara Mudah Menghafal :
Agar lebih cepat dan lebih mudah menghafal bacaan tersebut, tips yang paling efektif yaitu membaca berulang ulang serta mendengarkan audio bacaan tersebut. Anda bisa mencari video di youtube, dan juga anda bisa download audio mp3 nya yang banyak tersedia di google.
Haruskah Niat di Lafalkan ?
Telah mengabarkan kepadaku Al Qasim bin Zakaria bin Dinar dia berkata: telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Syurahbil dia berkata: telah memberitakan kepada kami Al Laits dari Yahya bin Ayyub dari ‘Abdullah bin Abu Bakr dari Salim bin ‘Abdullah dari ‘Abdullah bin ‘Umar dari Hafshah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum terbit fajar, tidak ada puasa baginya.” (HR. An Nasai)
Dari hadits di atas maka pentingnya berniat puasa sebelum waktu fajar untuk menjalankan ibadah ini. Pada dasarnya untuk berniat tidak harus melafalkan seperti kebanyakan masyarakat di Indonesia. Tetapi melafalkan niat dianjurkan bagi orang yang memiliki rasa was was dalam hatinya. Niat merupakan suatu maksud yang terdapat di dalam hati seseorang untuk melakukan suatu tujuan tertentu. Jadi sekalipun hanya berniat dalam hati, maka niat untuk berpuasa tersebut sudah dianggap sah.
Semua ulama sepakat dengan pendapat bahwa tempat niat adalah kalbu (Hati). Niat dengan hanya melafalkan melalui lisan belum dianggap cukup. Karena melafalkan niat melalui lisan bukanlah termasuk syarat. Oleh karena itu tidak harus melafalkan niat ini lewat lisan untuk dianggap sah. Akan tetapi menurut kebanyakan ulama selain dari madzhab Maliki, berpendapat bahwa hukumnya sunnah melafalkan niat dalam rangka agar membantu hati lebih yakin menghadirkan niat tersebut. Sedangkan pendapat menurut dari madzhab Maliki, bahwa yang terbaik yaitu tidak melafalkan niat dengan bacaan yang tidak dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Niat Dalam Hati
Hal yang berhubungan antara niat puasa serta sahur menurut pendapat dari Imam Syafi’i bahwa makan saat sahur tidak otomatis dianggap menggantikan kedudukan dari niat berpuasa, kecuali jika sebeumnya sudah terbersit di dalam hatinya memiliki tujuan untuk melakukan puasa sebelum waktu fajar.
Karena diketahui batasan niat puasa pada waktu fajar, maka jika seseorang berniat untuk puasa pada saat makan sahur, sedangkan saat itu memasuki waktu imsak yanng sudah dikumandangkan oleh masjid, niat puasa tersebut tetap dianggap sah. Dalam masalah ini, imsak tidaklah tanda bahwa seseorang untuk berhenti dari makan sahur. Karena ibadah puasa sendiri, sebenarnya dimulai pada saat setelah terbit fajar sapai dengan terbenam matahari.
Telah menceritakan kepada kami Hasyim telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz yakni Ibnu Abdillah bin Abi Salamah telah mengabarkan kepada kami Ibnu Syihab dari Salim dari bapaknya, dia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Bilal mengumandangkan adzan masih malam, karena itu makan dan minumlah sampai kalian mendengar Ibnu Ummi Maktum (mengumandangkan adzan).” Abdullah bin Umar berkata berkata: “Ibnu Ummi Maktum adalah laki-laki tunanetra, tidak dapat melihat. Karenanya dia tidak azan kecuali setelah orang-orang berseru, ‘Kumandangkanlah azan, kamu telah memasuki waktu fajar.'”(HR. Ahmad)