Setelah kemarin kita menjelaskan biografi Bapak Achmad Soebardjo secara singkat, pada kesempatan kali ini seperti tema yang sudah kita lihat bersama, kita akan mencoba menguraikan perjalanan hidup salah seorang pahlawan nasional Indonesia “Sultan Iskandar Muda”. Langsung saja kita simak biografi selengkapnya dibawah ini.
Riwayat Keluarga Sultan Iskandar Muda
Bila kita melihat nasab dari jalur sang ibu, Sultan Iskandar Muda merupakan seorang keturunan Raja Darul Kamal. Sedangkan bila ditinjau dari jalur nasab sang ayah, Sultan Iskandar Muda adalah seorang keturunan yang berasal dari keluarga Raja Mahkota Alam. Kedua tempat ini (Mahkota Alam dan Darul Kamal) semula merupakan dua wilayah pemukiman yang saling bertetangga namun dipisahkan oleh sebuah sungai. Keberadaan dua wilayah ini juga merupakan cikal bakal terbentuknya wilayah Aceh Darussalam.
Ibu dari Sultan Iskandar Muda merupakan anak seorang Raja bernama Sultan Alauddin Riayat Syah. Beliau merupakan Sultan Aceh ke-10. Sultan Alauddin Riayat Syah merupakan seorang putra Raja bernama Sultan Firman Syah. Dan nasab ini terus berlanjut hingga ke Raja Darul Kamal. Ibu dari Sultan Iskandar Muda, yakni Putri Raja Indra Bangsa menikah dengan Sultan Mansur Syah yang merupakan putra Raja bernama Sultan Abdul Jalil. Beliau (Sultan Abdul Jalil) merupakan putra dari Sultan Aceh ke-3 yang bernama Sultan Alauddin Riayat Syah Al Kahhar.
Pernikahan Sultan Iskandar Muda
Sultan Iskandar Muda menjalin hubungan pernikahan dengan seorang Putri Raja dari Kesultanan Pahang. Istri beliau dikenal dengan nama Putroe Phang. Menurut kisah yang beredar, Sultan Iskandar Muda memiliki kecintaan yang teramat besar kepada Sang Istri, dan beliau membuktikan rasa cinta kepada istrinya dengan mendirikan Gunongan di tengah Medan Khayali (Taman Istana). Hal ini pun beliau lakukan sekaligus untuk menghibur sang istri yang kian bersedih, karena merasa rindu dengan kampung halamannya yang berbukit bukit. Oleh sebab itulah, Sultan Iskandar Muda berinisiatif membangun Gunongan tersebut untuk sang istri tercinta. Kabarnya Gunongan tersebut masih bisa kita temui sebagai objek wisata bersejarah di wilayah Aceh.
Masa Kekuasaan Sultan Iskandar Muda
Bagi Kesultanan Aceh, masa kepemimpinan yang di bawahi Sri Sultan Iskandar Muda adalah masa keemasan yang paling gemilang. Sultan Iskandar Muda berkuasa selama 29 tahun, sejak tahun 1607 – 1636. Pada masa Sultan Iskandar Muda, Aceh dikenal sebagai negeri yang makmur, kaya dan sentosa. Berdasarkan pengamatan salah seorang penjelajah Prancis yang berhasil sampai ke wilayah Aceh pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, saat itu kekuasaan Aceh meluas hingga wilayah pesisir barat Minangkabau, dan Wilayah Perak, Malaysia.
Tahun 1607, ketika awal mula Sultan Iskandar Muda berkuasa di Aceh, beliau dengan aktif melakukan ekspedisi angkatan laut. Dari hasil ekspedisi yang beliau lakukan, Aceh berhasil mendapatkan control wilayah barat laut Indonesia. Dibawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Aceh mampu mengendalikan seluruh pelabuhan utama di wilayah pantai barat dan timur Sumatra, hingga ke wilayah Asahan di Selatan. Ekspedisi laut Sultan Iskandar Muda terus berlanjut hingga ke wilayah Penang, pantai timur Semenanjug Melayu. Kala itu Sultan Iskandar Muda memaksa para pedagang asing untuk tunduk dan mengikuti aturannya. Dan pada masa Sultan Iskandar Muda, wilayah Aceh hidup makmur dan dikenal sebagai negeri yang kaya, sekaligus menjadi wilayah pusat ilmu pengetahuan bagi para penuntut ilmu, terlebih khusus ilmu pengetahuan islam.
Pembagian Wilayah
Berdasarkan tradisi di Aceh, Sultan Iskandar Muda menerapkan pembagian wilayah administrasi Aceh yang dikenal dengan nama uleebalang dan mukim. Kebenaran akan informasi ini diperkuat oleh hasil laporan dari salah seorang penjelajah asal Prancis bernama Beauliu. Penjelajah tersebut menyebutkan bahwa “Sultan Iskandar Muda menyapu bersih sebagian besar bangsawan lama dan menciptakan para bangsawan baru”. Mukim mulanya merupakan gabungan dari beberapa desa yang bertujuan mendukung sebuah masjid yang dipimpin seorang imam. Sedangkan Uleebalang, semula merupakan bawahan sultan atau kepala pemerintah dalam kesultanan Aceh yang memimpin sebuah daerah/mukim.
Hubungan Aceh Antar Negara Asing
Sekitar Abad ke 16, penguasa monarki kelima dan terakhir dari Dinasti Tudor yakni Ratu Elizabeth I mengutus seorang bernama Sir James Lancester ke Aceh untuk bertemu Sultan dan menyampaikan sebuah surat. Surat tersebut berisikan kalimat : “Kepada Saudara Hamba, Raja Aceh Darussalam”. Dan diantara poin yang diutarakan Ratu Elizabeth I antara lain yaitu permohonan izin kepada Sultan agar memperbolehkan Inggris berlabuh sekaligus melakukan perdagangan di wilayah Aceh. Permohonan Ratu Elizabeth I kala itu pun disetujui oleh Sultan Aceh. Dan sebagai wujud terima kasih dari Ratu Elizabeth I kepada Sultan Aceh kala itu, ia mempersembahkan barang barang berharga seperti : sepasang gelang yang terbuat dari batu rubi, dan sepucuk surat yang ditulis diatas kertas istimewa dengan tinta emas. Ketika itu, utusan sang Ratu Elizabeth I diberi gelar sebagai “Orang Kaya Putih”. Hubungan baik Kesultanan Aceh dengan negara negara di dunia tidak hanya terbatas dengan negara Inggris saja. Aceh juga memiliki hubungan yang baik dengan negara asing lainnya seperti Kesultanan ‘Utsmaniyah Turki, Prancis dan Belanda. Bahkan, pernah suatu ketika saat utusan dari kesultanan Aceh yaitu Tuanku Abdul Hamid meninggal di Belanda, pemakamannya di gelar secara besar besaran dan dihadiri oleh para pembesar negara Belanda saat itu. Dan hal itu dilakukan negara Belanda sebagai bentuk penghargaan atas hubungan baik antara Kesultanan Aceh dengan Belanda saat itu.
Wafat
Sultan Iskandar Muda lahir tahun 1593, di Banda Aceh. Dan tutup usia pada tahun 1636 diusianya yang ke 42 tahun. Jenazah beliau dimakamkan di Gp. Peuniti, Baiturrahman, Peuniti, Baiturrahman, Kota Banda Aceh, Aceh 23116.
Sekian biografi singkat mengenai Sultan Iskandar Muda. Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih dan jangan lupa, baca juga rubrik kami lainnya untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan Anda.