Jagad.id – Hukum Wanita Haid Masuk Masjid. Apakah boleh seorang wanita yang sedang haid bisa masuk mushola/masjid untuk mengajari ngaji atau mendatangi majelis ta’lim sekalipun?
Apa Hukumnya Wanita Haid masuk Masjid?
Menurut beberapa ulama, larangan masuk mushola ataupun masjid bagi mereka yang sedang berhalangan ataupun junub mengambil sumber dari ayat berikut ini :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا ۗ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati shalat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan dan jangan (pula menghampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu (saja) sehingga kamu mandi (junub) (QS. An-Nisa [4]: 43).”
Sabda Rasulullah ﷺ :
وَجِّهُوا هَذِهِ الْبُيُوتَ عَنِ الْمَسْجِدِ، فَإِنِّي لَا أُحِلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلَا جُنُبٍ
Artinya : “Palingkan arah rumah kalian dari masjid, karena sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid bagi perempuan haid dan orang junub (HR. Abu Daud no. 232).”
Penjelasan Dalilnya :
Berdasarkan dalil tersebut, beberapa ulama setuju jika junub dan wanita haid tidak diperbolehkan masuk ke dalam mushola/masjid. Dan berdiam diri di dalamnya. Namun, beberapa ulama ada yang berbeda pendapat mengenai diperbolehkannya wanita haid melalui atau melewati mushola. Lalu mengenai duduk di mushola yang dapat menghalangi, dan menjaga darahnya diharamkan masuk ke tempat mushola.
Adapun masuk mushola untuk maksud pengajian atau dengarkan majelis pengetahuan, sudah pasti bukan hanya masuk atau melalui saja, tetapi duduk didalamnya dan berdiam didalamnya dalam waktu yang cukup lama.
Baca Juga : Doa Setelah Sholat Istikharah Para Ulama
Pandangan Ulama Madzhab Syafi’i dan Hambali :
Imam Syafi’i dan Hambali pernah memperbolehkan jika wanita yang sedang haid boleh melewati tempat ibadah, dan jika hanya sekedar melewati masjid/mushola (العبور). Dan menjamin darah haid tidak sampai jatuh mengenai bagian masjid.
Keadaan awalnya dapat bermakna jika wanita haid jangan masuk mushola karena haid tersebut – seperti larangan shalat saat haid – tapi karena takut mengotori mushola. Dan argumen mengotori mushola ialah argumen larangan wanita haid diam diri di mushola.
Adapun ulama madzhab Hanbali, wanita haid bisa berdiam diri di mushola, dengan 2 persyaratan: Pertama : aliran darahnya sudah terputus. Ke-2 : dalam keadaan berwudhu. Ini berdasarkan kisah ‘Aisyah RA. yaitu :
قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم -: «نَاوِلِينِي الخُمْرَةَ مِنَ المَسْجِدِ». قَالَتْ فَقُلْتُ: إِنِّي حَائِضٌ، فَقَالَ: إِنَّ حَيْضَتَكِ لَيْسَتْ فِي يَدِكِ
Artinya : “Rasulullah ﷺ berkata kepadaku, ‘Berikanlah kain kepadaku dari masjid. Lalu Aisyah berkata, ‘Sesungguhnya aku sedang haid. Kemudian beliau ﷺ menjawab, ‘Sesungguhnya darah haidmu bukanlah di tanganmu.’ (HR. Muslim No. 298).”
Riwayat dari Ummu ‘Athiyah (HR. Muslim no.890)
Selainnya hadits ini, ada pula kisah dari Ummu ‘Athiyah (HR. Muslim No. 890) mengenai perintah Nabi untuk mengundang anak perempuan, wanita haid, dan wanita yang dipingit untuk mendatangi tempat sholat Idul Fitri dan Idul Adha. Untuk berdo’a dan mendengarkan khutbah muslimin, dan beramal dengan tidak turut menunaikan ibadah shalatnya.
Permasalahan kedatangan wanita haid di mushola jadi pembicaraan di kelompok ulama. Antara ulama yang melarang, dan ulama yang memberikan pendapat lain.
Salah satunya, Imam Al-Muzanni dari mazhab Syafi’i mengatakan jika wanita haid diperbolehkan masuk masjid; Karena wanita musyrikah saja dibolehkan ada di mushola, walau ia kemungkinan sedang menstruasi pada waktu itu. Maka dari itu, penting untuk wanita Muslim untuk dibolehkan ada di dalamnya.
Baca Juga : Doa Untuk Membuka Usaha Baru
Pandangan Madzhab Imam Maliki
Demikian juga mazhab Maliki, Ibnu Maslamah, memperkenankan wanita haid masuk mushola secara mutlak, dan Imam Al-Lakhmi memperkenankan bila darah haid telah diberhentikan secara baik.
Dalam masalah ini, argumen larangan wanita haid di mushola karena takut mushola terkontaminasi darah haid. Dalam aturan asal mula pengetahuan fikih (Kaidah Ushul Fiqh) disebut jika keberlangsungan hukum bergantung pada ketetapan negara didalamnya.
Maka bila hukum “keteraturan” itu lenyap, karena itu hukum itu lenyap. Maka dari itu, wanita haid yang akan melakukan aktivitas di mushola harus waspada untuk menahan dan menjaga darahnya.
Hal tersebut dilaksanakan dalam rencana menghilangkan “penyakit terlarang” supaya tidak terhambat untuk melakukan aktivitas di mushola karena kekhawatiran jika mengotorinya telah tiada.
Penegasan Ulang
Dengan demikian, Antara ketidaksamaan beberapa ulama yang berpendapat, semua bersumber pada mematuhi perintah Allah untuk menjaga keagungan dan kesucian mushola atau masjid sebagai pusat beribadah umat Islam.
Maka dari itu, tidak diharamkan kembali untuk orang yang pada kondisi najis untuk masuk mushola sesudah ia membersihkan tubuhnya dari najis dengan mandi wajib.
Berlainan dengan wanita haid yang mempunyai waktu sampai sekian hari untuk membersihkan diri dari kotoran darah haid, orang yang sedang junub langsung bisa mandi besar bila tidak ada permasalah lain. Pemikiran berikut yang dipakai oleh mazdhab Maliki dalam menyampaikan hukum-hukum sama yang berdasar latar belakang mengenai membaca Al-Qur’an bagi wanita yang sedang haid.
Baca Juga : Kumpulan doa sehari-hari untuk anak-anak
Namun, bila ada kebutuhan seperti mengajar dan mendatangi majelis pengetahuan, karena itu ini harus dilihat datang dari sisi manfaat wanita tersebut, yakni pemikiran hukumnya ada di mushola saat sedang haid. Memberikan ilmu dan menuntut ilmu pengetahuan sebagai keperluan dan hak setiap orang termasuk para wanita untuk menjaga agama dan akalnya dari ketidaktahuan.
Disamping itu, perubahan jaman yang sekarang ini tawarkan beragam tipe pembalut diharap sanggup menjawab persoalan yang mendasari kekhawatiran darah haid wanita bisa mencemarkan area sekitar mushola.
Demikianlah, pembahsan mengenai Bagaimana Hukum Wanita Haid masuk masjid, mushoal atau tempat ibadah umat islam. Semoga bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita dalam bidang seputar kehidupan sehari-hari. Khususnya edukasi bagi para perempuan yang akan mengalaminya. Penting juga untuk seorang laki-laki sebagai bekal ilmu pengetahuan kelak ketika menikah. Sekian, semoga bermanfaat dan terima kasih.